PENYAMBUNG WARTA: Ibadah
Tampilkan postingan dengan label Ibadah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ibadah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 30 Mei 2019

INI YANG DISUNNAHKAN KETIKA KHATAM Al-QUR'AN

ilustrasi


Al-Qur’an merupakan petunjuk utama bagi umat Islam. Di dalamnya terdapat petunjuk dalam menjalankan kehidupan di dunia dan cara untuk memperoleh kebahagiaan di akhirat. Rasulullah sangat menganjurkan umat Islam untuk membaca al-Qur’an. Bahkan membaca satu huruf al-Qur’an akan diberikan pahala sepuluh kebaikan. Khatam Al-Quran.

Rasulullah berkata:

 مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

“Siapa yang membaca satu huruf dari al-Qur’an, maka dia mendapatkan satu kebaikan. Satu kebaikan digandakan menjadi sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan “Alif Lam Mim” satu huruf, tapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf” (HR: Al-Tirmidzi)

Dianjurkan bagi umat Islam untuk membaca al-Qur’an sampai selesai. Minimal sekali seumur hidup pernah mengkhatamkan al-Qur’an. Imam al-Nawawi dalam al-Adzkar menjelaskan bahwa alangkah baiknya mengkhatamkan al-Qur’an saat mengerjakan shalat. Kalau tidak mampu mengkhatamkannya ketika shalat, di luar shalat juga tidak masalah.

Dianjurkan mengkhatamkan al-Qur’an saat awal malam atau siang. Selain itu, dianjurkan puasa ketika mengkhatamkan al-Qur’an. Puasa dianjurkan selama waktunya tidak berbarengan dengan hari yang diharamkan puasa. Semisal idul fitri, idul adha, dan lain-lain.

Bagi orang yang bacaan al-Qur’annya tidak bagus dianjurkan untuk sering-sering mendatangi majelis khatam al-Quran sembari mendengarkan orang membaca al-Qur’an.

Wallahu a’lam.

HENGKI FERDIANSYAH, LC. MA
Alumnus Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Meneliti hadis dan studi keislaman kontemporer. Sekarang mengelola lembaga pengkajian hadis El Bukhori Institute.

Senin, 27 Mei 2019

SEPULUH AKHIR RAMADHAN, RASULULLAH MELAKUKAN TIGA AMALAN INI



Sepuluh malam terakhir termasuk puncak ibadah Ramadhan. Pada malam ini biasanya malam lailatul qadar datang dan Rasulullah pun semasa hidupnya memperbanyak ibadah di malam itu. Dalam hadits riwayat ‘Aisyah dijelaskan, “Ketika memasuki sepuluh akhir Ramadhan, Nabi fokus beribadah, mengisi malamnya dengan ibadah, da membangunkan keluarganya untuk ikut ibadah,” (HR Al-Bukhari).

Saking besar keutamaannya, para ulama sangat menganjurkan untuk memperbanyak ibadah pada sepuluh akhir Ramadhan. Menurut Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in, ada tiga amalan utama yang mesti dilakukan pada sepuluh akhir Ramadhan.

Pertama, memperbanyak sedekah, mencukupi kebutuhan keluarga, dan berbuat baik kepada karib-kerabat dan tetangga. Kalau diberi kelebihan dan kecukupan, alangkah baiknya harta ini dimanfaatkan untuk menyediakan buka puasa semampunya bagi orang yang puasa, meskipun sekadar memberi segelas air.

Kedua, memperbanyak membaca Al-Quran. Membaca Al-Quran disunahkan kapanpun dan di manapun selain tempat dilarang membaca Al-Quran, seperti toilet dan lain-lain.

Imam An-Nawawi menjelaskan, membaca Al-Quran di akhir malam lebih baik ketimbang awal malam dan membaca Al-Quran yang paling baik di siang hari adalah setelah shalat shubuh. Abu Bakar Syatha menambahkan, membaca Al-Quran di malam hari lebih utama daripada siang hari karena lebih fokus.

Ketiga, memperbanyak i’tikaf di sepuluh terakhir Ramadhan. Hal ini sesuai dengan kebiasaan Rasulullah yang meningkatkan ibadah dengan cara beri’tikaf di masjid pada sepuluh akhir Ramadhan.

Ketiga amalan ini dilakukan di akhir Ramadhan demi mengharapkan ridha Allah SWT serta berharap bertemu dengan malam lailatul qadar. Sebab beramal pada malam ini lebih baik dibandingkan beramal di bulan lain yang tidak memiliki lailatul qadar.

Semoga ketiga amalan ini dapat kita biasakan menjelang akhir Ramadhan ini. Semoga kita dipertemukan oleh Allah SWT dengan malam paling baik daripada seribu bulan.

HENGKI FERDIANSYAH, LC. MA
Alumnus Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Meneliti hadis dan studi keislaman kontemporer. Sekarang mengelola lembaga pengkajian hadis El Bukhori Institute.

Senin, 09 Oktober 2017

HUKUM MENGINVESTASIKAN HASIL ZAKAT



Allah telah menjelaskan golongan yang berhak menerima harta zakat. Tepatnya pada firman Allah di surat at-Taubah,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, para mu’allaf, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang kehabisan bekal di perjalanan. (QS. at-Taubah: 60)

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut zakat itu dari orang kaya dikembalikan kepada orang miskin. Dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

Ajarkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka zakat yang diambil dari orang kaya mereka dan dikembalikan ke orang fakir mereka. (Muttafaq alaih)

Untuk itulah, bagi siapapun, baik muzakki maupun pengurus zakat, termasuk para amil, tidak dibenarkan menunda penyerahan zakat kepada yang berhak.

Sementara ketika dana zakat diinvestasikan, yang terjadi adalah penundaan penyerahan harta zakat. Harta itu tidak bisa langsung diterima mereka yang berhak, tapi dikembangkan dulu untuk usaha. Dan dalam usaha, bisa dipastikan ada kemungkinan gagal.

Karena alasan inilah, para ulama kontemporer memfatwakan larangan menginvestasikan dana zakat.

Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum investasi dana zakat yang dilakukan yayasan sosial, dengan pertimbangan agar dana untuk orang miskin bisa terus berjalan secara berkesinambungan.

Jawaban beliau,

وأما استثمارها في شراء العقارات وشبهها فلا أرى ذلك جائزاً ؛ لأن الواجب دفع حاجة الفقير المستحق الآن , وأما الفقراء في المستقبل فأمرهم إلى الله

Investasi dana zakat dalam bentuk membeli tanah atau semacamnya, saya tidak membolehkan. Yang wajib menyerahkan dana ini untuk menutupi orang miskin yang berhak mendapatkannya ketika itu. Adapun orang miskin di masa mendatang, itu kembali kepada urusan Allah. (Liqaat Bab al-Maftuh, 1/67)

Pertanyaan semisal pernah diajukan ke Lajnah Daimah. Mengenai lembaga sosial yang ingin menginvestasikan dana yang ada di kas-nya.

Jawaban Lajnah,

إذا كان المال المذكور في السؤال من الزكاة : فالواجب صرفه في مصارفه الشرعية من حين يصل إلى الجمعية ، وأما إن كان من غير الزكاة : فلا مانع من التجارة فيه لمصلحة الجمعية ؛ لما في ذلك من زيادة النفع لأهداف الجمعية وللمساهمين فيها

Jika harta yang dimaksud penanya adalah harta zakat, maka yang wajib diserahkan kepada golongan penerima yang ditunjuk syariah, ketika zakat itu diterima oleh Yayasan. Namun jika dana itu selain zakat, maka tidak masalah dikembangkan untuk kemaslahatan Yayasan. Karena di sana ada tambahan manfaat untuk kepentingan Yayasan maupun mereka yang punya saham di sana. (Fatawa Lajnah Daimah, 9/403-404).

Bisa jadi ada orang miskin yang berhak mendapat zakat, dia sedang membutuhkan. Sementara dia tidak bisa mendapatkan haknya karena tertahan untuk investasi…

Semoga Allah memberikan taufiq kepada kaum muslimin untuk bisa menjalani aturan islam dengan baik dan benar. Amin….

Allahu a’lam.

dicuplik dari konsultasisyariah.

Sabtu, 16 September 2017

KEUTAMAAN SHALAT SUBUH



Shubuh adalah salah satu waktu di antara beberapa waktu, di mana Allah Ta’ala memerintahkan umat Islam untuk mengerjakan shalat kala itu. Allah Ta’ala berfirman,

أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآَنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآَنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh tu disaksikan (oleh malaikat).” (Qs. Al-Isra’: 78)

Betapa banyak kaum muslimin yang lalai dalam mengerjakan shalat shubuh. Mereka lebih memilih melanjutkan tidurnya ketimbang bangun untuk melaksanakan shalat.  Jika kita melihat jumlah jama’ah yang shalat shubuh di masjid, akan terasa berbeda dibandingkan dengan jumlah jama’ah pada waktu shalat lainnya.

Keutamaan Shalat Shubuh

Apabila seseorang mengerjakan shalat shubuh, niscaya ia akan dapati banyak keutamaan. Di antara keutamaannya adalah

(1) Salah satu penyebab masuk surga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْبَرْدَيْنِ دَخَلَ الْجَنَّة

“Barangsiapa yang mengerjakan shalat bardain (yaitu shalat shubuh dan ashar) maka dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari no. 574 dan Muslim no. 635)

(2) Salah satu penghalang masuk neraka
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَنْ يَلِجَ النَّارَ أَحَدٌ صَلَّى قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا

“Tidaklah akan masuk neraka orang yang melaksanakan shalat sebelum terbitnya matahari (yaitu shalat shubuh) dan shalat sebelum tenggelamnya matahari (yaitu shalat ashar).” (HR. Muslim no. 634)

(3) Berada di dalam jaminan Allah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللَّهِ فَلَا يَطْلُبَنَّكُمْ اللَّهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ فَإِنَّهُ مَنْ يَطْلُبْهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ يُدْرِكْهُ ثُمَّ يَكُبَّهُ عَلَى وَجْهِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ

“Barangsiapa yang shalat subuh maka dia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut sesuatu kepada kalian dari jaminan-Nya. Karena siapa yang Allah menuntutnya dengan sesuatu dari jaminan-Nya, maka Allah pasti akan menemukannya, dan akan menelungkupkannya di atas wajahnya dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim no. 163)

(4) Dihitung seperti shalat semalam penuh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ

“Barangsiapa yang shalat isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” (HR. Muslim no. 656)

(5) Disaksikan para malaikat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَتَجْتَمِعُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ

 “Dan para malaikat malam dan malaikat siang berkumpul pada shalat fajar (subuh).” (HR. Bukhari no. 137 dan Muslim no.632)

Ancaman bagi yang Meninggalkan Shalat Shubuh

Padahal banyak keutamaan yang bisa didapat apabila seseorang mengerjakan shalat shubuh. Tidakkah kita takut dikatakan sebagai orang yang munafiq karena meninggalakan shalat shubuh? Dan kebanyakan orang meninggalkan shalat shubuh karena aktivitas tidur. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sesungguhnya shalat yang paling berat dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaan keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari no. 657 dan Muslim no. 651)

Cukuplah ancaman dikatakan sebagai orang munafiq membuat kita selalu memperhatikan ibadah yang satu ini.

Semoga Allah selalu memberi hidayah kepada kita semua, terkhusus bagi para laki-laki untuk dapat melaksanakan shalat berjama’ah di masjid.

Sumber: /muslim.or.id

Rabu, 13 September 2017

KEUTAMAAN BULAN MUHARAM DAN PUASA ASYURA

MUHARAM (Muharram) merupakan bukan pertama dalam sistem penanggalan (kalender) Islam Hijriyah. Bulan Muharram memiliki keutamaan, kemuliaan, dan di dalamnya disunnahkan puasa --puasa sunah bulan Muharram (Asyuro).

Kemuliaan bulan Muharram disabdakan Rasulullah Saw dalam hadits shahih Muslim:

“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim dari Dari Abu Hurairah ra).

Allah SWT menamakan bulan ini dengan “Syahrullah“ (bulan Allah) dan termasuk salah satu dari 4 bulan Hijriyah yang dijadikan Allah SWT sebagi bulan haram (suci):

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan lanit dan bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram.” (QS. at Taubah :36).

Empat bulan haram tersebut dijelaskan dalam hadits shahih berikut ini:

“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaiman bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan, diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati : 3 bulan berturut-turut; Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada Tsaniah dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pada bulan inilah Rasulullah Saw dan para sahabat, 14 abad lebih silam, HIJRAH dari Makkah ke Madinah karena peristiwah hijrah dijadikan sebagai awal bulan Tahun Hijriyah, sebagaimana yang telah disepakati oleh para sahabat pada masa khalifah Umar bin Khattab.

Puasa Sunah Bulan Muharram

Umat Islam disunahkan puasa pada bulan Muharram ini, bahkan dinilai sebagai puasa yang paling utama sesudah puasa pada bulan Ramadhan.

Rasulullah Saw menganjurkan kaum muslimin untuk melakukan puasa sebanyak-banyaknya pada bulan Muharram. 

“Saya tidak pernah melihat sama sekali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan saya tidak melihat beliau berpuasa paling banyak pada suatu bulan, kecuali bulan Sya’ban.“ (HR. Muslim)

Tanggal 10 Muharram Hari Asyura’

Hari Asyura’ artinya hari kesepuluh (tanggal 10) bulan Muharram. Pada hari itu dianjurkan untuk berpuasa. 

“Ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura’, maka beliau bertanya : “Hari apa ini?”. Mereka menjawab :“Ini adalah hari istimewa, karena pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, oleh karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini. Rasulullah pun bersabda: “Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian“ . Maka beliau berpuasa dan memerintahkan sahabatnya untuk berpuasa.” (HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas ra)

Menurut para ulama dan berdasarkan beberapa hadist, puasa Asyura bisa dilakukan:

Tanggal 9 dan 10 Muharram 

Tanggal 10 dan 11 Muharram 

Tanggal 9,10, dan 11 Muharram

Tanggal 10 Muharram saja

Namun, sebagian ulama memakruhkan puasa sunah tanggal 10 Muharram karena menyerupai puasanya orang-orang Yahudi.

Ketika Rasulullah saw. berpuasa pada hari ‘Asyura’ dan memerintahkan kaum muslimin berpuasa, para shahabat berkata : “Wahai Rasulullah ini adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani”. Maka Rasulullah pun bersabda :”Jika tahun depan kita bertemu dengan bulan Muharram, kita akan berpuasa pada hari kesembilan. “ (HR. Bukhari dan Muslim).

“Puasalah pada hari Asyura’, dan berbuatlah sesuatu yang berbeda dengan Yahudi dalam masalah ini, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.“ (HR. Ahmad dan Ibnu Khuzaimah) Dalam riwayat Ibnu Abbas lainnya disebutkan : “Berpuasalah sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya.“

Keutamaan Puasa Asyura’ 

Keutamaan puasa Asyura’ yaitu akan menghapus dosa-dosa setahun sebelumnya, sebagaimana yang tersebut di dalam hadist Abu Qatadah ra, bahwasanya seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang puasa ‘Asyura’, maka Rasulullah saw menjawab: 

“Saya berharap dari Allah Subhanahu Wata’ala agar menghapus dosa-dosa selama satu tahun sebelumnya. “ (HR. Muslim)

Dosa-dosa yang dihapus disini adalah dosa-dosa kecil saja. Adapun dosa-dosa besar, maka seorang muslim harus bertaubat dengan taubat nasuha, jika ingin diampuni oleh Allah Subhanahu Wata’ala.

Puasa Asyura’ merupakan bentuk kesyukuran atas selamatnya Nabi Musa as dan pengikutnya serta tenggelamnya Fir’aun dan bala tentaranya, sebagaimana yang tersebut dalam hadist Ibnu Abbas. Wallahu a'lam bish-shawabi. ( dari berbagai sumber).*

dilansir dari: risalahislam.com

HINDARI MEMPERSILAHKAN ORANG LAIN MENGISI SHAF DEPAN DALAM SHALAT !


Jangan mempersilahkan orang lain mengisi shaf terdepan, tetapi kitalah yang seharusnya segera mengisi shaf tersebut

Maksudnya adalah hindari mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah. Sebagaimana kita ketahui bahwa shalat adalah ibadah dan shaf yang terdepan memiliki keutamaan, jadi sudah selayaknya kita berlomba-lomba mengisi shaf terdepan. Tidak mempersilahkan orang lain mengisi shaf terdepan, tetapi kitalah yang segera mengisi shaf tersebut.

Shaf depan memiliki keutamaan yang tinggi, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ تَعْلَمُونَ أَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ لَكَانَتْ قُرْعَةً

“Seandainya kalian atau mereka mengetahui keutamaan yang terdapat pada shaf yang terdepan, niscaya akan menjadi undian”1.

Beliau juga bersabda,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصُّفُوفِ الْمُتَقَدِّمَةِ

“Allah dan para malaikatnya bershalawat pada orang-orang yang berada di shaf terdepan”2.

Makruh mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah
Ini yang dikenal dengan kaidah yang dijelaskan ulama,

الإيثار في القرب مكروه وفي غيرها محبوب

“Mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah adalah makruh, sedangkan dalam masalah lainnya (masalah dunia) disukai”

Atau kadiah dengan redaksi ini,

القُرُبَاتُ لَيْسَتْ مَحَلاًّ لِلْإِيْثَارِ

“Tidak mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah”

Syaikh ‘Izziddin rahimahullah berkata,

لا إيثار في القربات فلا إيثار بماء الطهارة و لا بستر العورة و لا بالصف الأول لأن الغرض بالعبادات

“Tidak boleh mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah (iitsar), maka tidak boleh iitsar dalam menggunakan air untuk thaharah, menutup aurat dan menempati shaf terdepan karena tujuannya adalah ibadah.”3.

Contoh lainnya:


  • Jika ada air yang hanya cukup bagi dia untuk berwudhu, maka dia memakainya dan hendaknya tidak diberikan pada yang lainnya, yang lain silahkan bertayamum
  • Jika hanya ada kain untuk menutup aurat, maka dia yang memakainya, hendaknya jangan diberikan kepada yang lainnya.

Masalah dunia dianjurkan mendahulukan orang lain
Ini merupakan puncak akhlak seseorang, karena seseorang itu cenderung suka mementingkan diri sendiri baru orang lain. Allah Ta’ala memerintahkan agar kita meniru kaum Anshar yang mendahulukan kaum Muhajirin diatas kepentingan mereka walaupun mereka juga membutuhkan hal tersebut.

Allah Ta’ala berfirman,

وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ

 “Mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka sendiri sangat membutuhkan/dalam kesusahan” (Al-Hasyr: 9).

Jika kita membaca bagaimana sejarah islam mengenai mendahulukan saudaranya. Maka ini ibarat dongeng yang mungkin kita katakan akan mustahil terjadi di zaman ini. Abdurrahman bin ‘Auf ketika beliau dipersaudarakan dengan penduduk Anshar yaitu Saad bin Rabi’ (ketika itu, untuk memperat hubungan antara Muhajirin dan Anshar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan mereka satu dengan yang lain).

Saad bin Rabi’ dan penduduk Anshar lainnya paham benar bahwa kaum muhajirin meninggalkan harta dan keluarga mereka di Mekkah sehingga mereka tidak memiliki apa-apa ketika sampai di madinah dan juga mereka aslinya adalah para pedagang dan belum mempunyai ilmu bercocok tanam sebagaimana orang Madinah.

Sa’ad pun berkata kepada Abdurrahman, “Wahai saudaraku, sesungguhnya aku adalah di antara penduduk Madinah yang terkaya, aku memiliki dua kebun dan dua istri. Lihatlah salah satu dari dua kebun itu yang terbaik hingga akan aku berikan kepadamu dan lihatlah salah satu istriku yang engkau suka maka aku akan ceraikan dia lalu engkau bisa menikahinya”. Namun, Abdurrahman bin ‘Auf menjawab tawaran baik saudaranya, “Tidak, semoga Allah memberkahimu, harta, dan juga keluargamu. Tetapi tunjukkan saja aku di mana letak pasar kalian”. Lalu ditunjukkan kepada beliau, kemudian beliau bekerja dan berdagang, dan dapat mengais Rizki Allah yang melimpah.

Hikmah yang bisa diambil adalah Abdurrahman bin ‘Auf tidak “aji mumpung” dan “memanfatkan kesempatan. Beliau juga punya harga diri dan ingin makan dengan hasil jerih payah sendiri. Berikut kisah lanjutannya:

Tidak berselang lama, Abdurrahman bin ‘Auf telah meminang seorang wanita Anshar lalu menikahinya, kemudian beliau datang menemui Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam dengan wangi-wangian khas pengantin. Maka Rasulullah bertanya keheranan, “Ada apa ini?” Ia menjawab, “Aku baru saja menikahi wanita Anshar.” Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam bertanya lagi, “Berapa besar mahar yang engkau berikan?” Ia menjawab, “Seukuran satu nawat emas.” Lalu terucaplah dari bibir Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam sebuah sunnah dari ummat ini di hari yang paling bahagia, yang sunnah itu akan tetap hingga hari kiamat, “Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing”.

Kemudian kisah lain yang dinuikl oleh Al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya, beliau berkata,

أن رجلا بات به ضيف فلم يكن عنده إلا قوته وقوت صبيانه، فقال لامرأته: نومي الصبية وأطفئي السراج وقربي للضيف ما عندك، فنزلت هذه الآية ويؤثرون على أنفسهم ولو كان بهم خصاصة

“Ada seorang yang kedatangan tamu yang hendak menginap, ia tidak mempunyai makanan kecuali makanan untuk anak-anaknya. Maka ia katakan kepada istrinya, “tidurkanlah anak-anak, matikan lampu dan sajikan makanan untuk tamu kita. Maka turunlah ayat “Mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka sendiri sangat membutuhkan/dalam kesusahan.”4.

Dan masih banyak kisah lainnya yang sangat menyentuh hati dan menyindir kita. Kita yang sedang santai saja atau tidak membutuhkan serta tidak susah, sangat malas atau enggan membantu orang lain apalagi mendahulukan orang lain. Kita bisa lihat beberapa kenyataan di masyarakat kita, orang sudah mulai mementingkan diri sendiri. Rasa sosial itu sudah hampir punah. Misalnya:


  • Ada nenek tua atau orang cacat di bus atau kereta dibiarkan berdiri oleh orang sehat dan muda yang duduk
  • Ada yang kesusahan malah cuek dan tidak mau membantu
  • Ada orang atau bahkan tetangga yang sakit tidak mau menjenguk

Demikian semoga bermanfaat.

@Desa Pungka, Sumbawa Besar

***

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen



Sumber: https://muslim.or.id/27903-hindari-mempersilahkan-orang-lain-mengisi-shaf-depan-dalam-shalat.html

SIAPAKAH YANG BERHAK BERDIRI DI SHAF PERTAMA?


Luruskan dan jangan berselisih niscaya hati kalian akan berselisih. Hendaklah yang berada di dekatku orang orang yang berilmu dan berakal kemudian setelahnya, kemudian setelahnya


عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم

يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِى الصَّلاَةِ وَيَقُولُ اسْتَوُوا وَلاَ تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ لِيَلِنِى مِنْكُمْ أُولُو الأَحْلاَمِ وَالنُّهَى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

Dari Abu Mas’ud ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasanya mengusap pundak-pundak (untuk meluruskan) kami ketika hendak salat, beliau bersabda:

“Luruskan dan jangan berselisih niscaya hati kalian akan berselisih. Hendaklah yang berada di dekatku orang orang yang berilmu dan berakal kemudian setelahnya, kemudian setelahnya.” (HR Muslim).

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

“Hadis ini menunjukkan bahwa hendaknya yang didahulukan adalah orang-orang yang lebih utama (dalam ilmu dan takwa) lalu setelahnya.” (Syarah Shahih Muslim, 4/155).

Inilah yang diamalkan oleh para sahabat. Imam An-Nasai dan Ibnu Khuzaimah meriwayatkan, bahwa Abbad bin Qais berkata, “Aku pernah salat di saf pertama di Madinah. Tiba-tiba ada orang yang menarikku ke belakang lalu ia berdiri di tempatku.

Qais berkata, “Demi Allah aku tidak bisa memahami salatku (karena kesal)”.

Setelah selesai salat, ternyata ia adalah Ubayy bin Ka’ab. Ia berkata, “Hai pemuda, jangan menyusahkanmu. Sesungguhnya ini adalah perintah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kami agar berada di belakang imam.”

Cobalah renungkan dan bandingkan dengan di zaman ini..

Terkadang anak-anakpun berada di saf pertama..

Orang-orang yang tidak punya hafalan Al-Qur’an dan orang-orang yang notabene awampun berdiri di saf pertama..

Sementara para penghafal Al-Qur’an dan orang berilmu berdiri di belakang…

Ini perkara yang tak sesuai sunah tentunya

Penulis: Ustadz Abu Yahya Badrusalam
sumber Artikel: Muslim.or.id

baca juga:

Selasa, 12 September 2017

SYARAT KHOTIB & RUKUN KHUTBAH JUM'AT

Siapa yang berhak menjadi khotib atau menyampaikan khutbah (khotbah) Jumat? Apa saja syarat jadi imam & khotib? Apa saja rukun khotbah Jumat?

KHOTBAH Jumat merupakan bagian dari prosesi atau rituah shalat Jumat. Khutbah Jumat "seolah-olah" sebagai pengganti dua rakaat shalat zhuhur karena shalat Jumatnya sendiri hanya dua rakaat.

Dalam bahasa Indonesia, khotbah artinya pidato (terutama yang menguraikan ajaran agama). Berkhotbah artinya berpidato (tentang ajaran agama dsb). Khotib --atau khatib (kata baku) artinya orang yang menyampaikan khotbah (pada waktu shalat Jumat dsb) (KBBI).

Menurut kamus bahasa Arab, kata khotbah berasal dari bahasa Arab, “khutbah” (خطبة) dan merupakan kata dasar (masdar) dari kata kerja (خطب-يخطب) yang artinya pidato atau ceramah.

Syarat Jadi Khatib Jumat
Syarat jadi khotib identik dengan syarat jadi imam shalat. Apalagi biasanya khotib Jumat juga bertindak sebagai imam shalat Jumat.

Maka, para ulama pun menerangkan syarat khotib Jumat mengacu pada syarat jadi imam, antara lain sudah akil baligh (dewasa) dan fasih membaca Al-Quran.

Selain itu, salah satu rukun khotbah Jumat adalah memberi nasihat atau wasiat takwa atau pemberian basyira wa nadzira (menyampaikan kabar gembira dan peringatan), maka khotib Jumat mestilah orang yang memiliki pengetahuan luas, khususnya dalam masalah keislaman.

Khotib Jumat hendaknya juga mampu menjadi penyemangat jamaah (umat Islam), sebagaimana dilaksanakan oleh Rasulullah Saw.

"Jabir bin Abdullah menyampaikan bahwa Rasulullah saw jika berkhotbah, kedua matanya memerah, suaranya keras, dan semangatnya bangkit bagaikan seorang komandan perang yang mengatakan akan datangnya musuh di pagi hari atau sore hari" (HR Muslim, Nasa’i, Abu Daud, dan Ahmad).

Syarat Khotbah Jumat 
  1. Dari berbagai literatur bisa disimpulkan syarat Khotbah Jumat sebagai berikut:
  2. Dilaksanakan sebelum shalat Jumat.
  3. Disampaikan dalam bahasa Arab (versi Imam Ahmad dan Malik).
  4. Boleh disampaikan dalam bahasa setempat atau yang dipahami oleh jamaah Jumat (Abu Hanifah, Imam Syafi'i).
  5. Dilaksanakan setelah masuk waktu Jumat (waktu Zhuhur)
  6. Khatib mengeraskan suara --dapat didengar oleh sedikitnnya 40 orang yang hadir. 
  7. Antara khotbah dan sholat tidak berlangsung lama.


Rukun Khutbah Jumat
  1. Membaca Hamdalah (pujian kepada Allah SWT) pada kedua khotbah
  2. Membaca Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw pada kedua khutbah
  3. Menyampaikan nasihat/wasiat takwa pada kedua khutbah 
  4. Membaca ayat Al-Quran pada salah satu khotbah 
  5. Membaca doa untuk kaum muslimin, khususnya pada khotbah kedua.


Tata Cara Khotbah Jumat: Ringkas!
  1. Disyaratkan berdiri bila mampu. "Rasulullah SAW berkhotbah dengan berdiri kemudian duduk kemudian berdiri dan berkhotbah dengan berdiri. Siapa saja yang memberitakan kepadamu kalau beliau berkhotbah dengan duduk, sesungguhnya dia telah berdusta. Sungguh, aku telah shalat bersama beliau lebih dari dua ribu kali.” (HR Muslim).
  2. Naik Mimbar dan Memberi Salam. Dari Jabir ra.: “Sesungguhnya Nabi SAW. apabila telah naik mimbar, (beliau) memberi salam”. (HR. Ibnu Majah).
  3. Bersemangat & Bersuara Lantang. Diriwayatkan dari Jabir RA, bahwa jika Rasulullah berkhutbah, kedua matanya memerah, suaranya keras, dan nampak sangat marah, sampai beliau seperti orang yang sedang menghasungkan pasukan (untuk berperang) (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
  4. Ringkas! Gak pake lama :)

Adab Khotbah Jumat yang keempat ini, ringkas/singkat, harus mendapatkan perhatian khusus pula bagi para khotib. Ini dalilnya:

"Sesungguhnya lamanya shalat seseorang dan singkatnya khotbah itu adalah membuktikan mahirnya agama (kealiman) seseorang. Oleh karena itu, perpanjanglah shalat dan persingkatlah khotbah” (HR. Muslim).

“Nabi Saw tidak memanjangkan nasihatnya pada hari Jumat. Beliau hanya memberikan amanah-amanah yang singkat dan ringkas” (H.R. Abu Dawud).

Syarat Imam Shalat Jumat
Syarat-syarat imam shalat, termasuk shalat Jumat, disbeutkan dalam hadis riwayat Ahmad dan Muslim. Dari Ibnu Mas’ud, disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
"Hendaklah yang menjadi imam bagi suatu kaum adalah mereka yang lebih pandai dalam bacaan Al-Quran. Jika dalam hal ini mereka sepadan, didahulukan yang lebih pandai dalam hal sunnah. Jika kemampuan mereka dalam hal sunnah sama, dahulukanlah yang lebih dulu hijrah dan jika hijrahnya juga sama, dahulukan yang lebih dulu masuk islam atau yang lebih tua usianya” (HR Muslim, Turmudzi, Naza’i, Abu Daud, dan Ahmad).

Dalam Fiqhus Sunnah karya Sayyid Sabiq dijelaskan, anak yang sudah mumayyiz pun sah menjadi imam, orang yang musafir sah mengimami orang mukmim, orang yang mempunyai kedudukan rendah di masyarakat juga sah mengimami orang mempunyai status sosial yang lebih tinggi.

Dalam sejarah, ‘Amar bin Salamah pernah menjadi imam bagi kaumnya, padahal ia masih berumur 6 tahun. Rasulullah Saw bahkan pernah menjadi makmum Abu Bakar. 

"Rasulullah pada waktu sakit menyuruh Abu Bakar untuk shalat bersama orang-orang (menjadi imam), kemudian Abu Bakar salat bersama mereka. ‘Urwah berkata, “Karena Rasulullah merasa badannya agak ringan, kemudian beliau keluar untuk salat. Pada waktu Abu Bakar akan mengimami salat. Tatkala Abu Bakar melihat Rasulullah, dia memperlambat salatnya, kemudian Rasulullah saw memberi isyarat agar Abu Bakar tetap menjadi imam dan Rasulullah duduk di sebelahnya. Abu Bakar salat bersama Rasulullah dan orang-orang pun shalat di belakang Abu Bakar.” (HR Bukhari, Muslim, Turmudzi, Ibnu Majah, dan Ahmad). 

Akil baligh dan fasih membaca Al-Quran menjadi syarat utama imam shalat, sebagaimana hadits:

"Apabila mereka bertiga hendaknya salah satu di antaranya menjadi imam, dan yang paling berhak menjadi imam adalah yang paling pandai membaca Al-Qur an” (HR Muslim, Nasa’i, dan Ahmad).

Demikian bahasan ringkas tentang  Syarat Khotib & Rukun Khotbah Jumat. Semoga bermanfaat. Wasalam. 

--- Sumber: Fiqh Us Sunnah - by Sayyid Sabiq, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Panduan Shalat Lengkap karya Imam Syafi'i, Panduan Shalat Lengkap karya Dr. Said bin Ali bin Wahaf Al Qahthani.

diteruskan dari: risalahislam.

Ad Placement