PENYAMBUNG WARTA: Ubudiyah
Tampilkan postingan dengan label Ubudiyah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ubudiyah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 22 Februari 2019

DOA BERNADA MENGANCAM TUHAN GARA-GARA PILPRES?



Salah satu tata cara berdoa memang hendaknya dilakukan dengan redaksi yang mantap dan mendesak seperti "Ya Allah kabulkan doaku", bukan dengan redaksi yang setengah-setengah semisal "Ya Allah kabulkanlah bila Engkau berkenan". Meskipun redaksi doa terkesan memaksa, tetap saja tak ada yang bisa memaksa Allah. Nabi Muhammad bersabda:

لَا يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ: اللهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ، اللهُمَّ ارْحَمْنِي إِنْ شِئْتَ، لِيَعْزِمْ فِي الدُّعَاءِ، فَإِنَّ اللهَ صَانِعٌ مَا شَاءَ، لَا مُكْرِهَ لَهُ 

"Janganlah sekali-kali seseorang dari kalian mengatakan; 'Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau mau! Ya Allah, kasihanilah aku jika Engkau mau! ' Berdoalah kamu dengan sungguh-sungguh, karena Allah akan berbuat menurut kehendak-Nya tanpa ada yang dapat memaksa-Nya.'"

Namun demikian, berdoa yang terlalu memaksa sehingga terkesan bernada ancaman terhadap Allah, semisal  "Bila Engkau tak mengabulkan permohonan ini, maka kami khawatir tak ada yang menyembahmu" atau redaksi yang senada itu, maka doa seperti ini malah bermasalah dari dua sisi. Pertama karena berlebihan. Kedua karena menganggap hanya kelompok yang berdoa itu yang menyembah Allah.

Sudah maklum bahwa Allah tak menyukai segala sesuatu yang berlebihan, termasuk dalam berdoa. Karena itulah Imam Ibnu Abidin menyatakan haram berdoa meminta sesuatu yang secara adat kebiasaan tak mungkin terjadi. Beliau berkata:

من المحرم أن يسأل المستحيلات العادية وليس نبيا ولا وليا في الحال ، كسؤال الاستغناء عن التنفس في الهواء ليأمن الاختناق ، أو العافية من المرض أبد الدهر لينتفع بقواه وحواسه أبدا ، إذ دلت العادة على استحالة ذلك ... فكله حرام

"Termasuk hal yang haram adalah meminta sesuatu yang mustahil secara kebiasaan sedangkan orangnya bukan Nabi atau Waliyullah di saat itu. Misalnya berdoa meminta tak butuh bernafas dengan udara sehingga aman dari kekurangan udara atau berdoa bebas dari sakit seumur hidup sehingga bisa memanfaatkan kekuatan dan indranya selamanya, karena secara adat kebiasaan hal itu tak mungkin terjadi... maka semuanya haram." (Ibnu Abidin, Radd al-Mikhtar, IV, 121)

Dengan demikian, tindakan seorang yang dalam momen kontestasi politik kemudian berdoa dengan redaksi "Menangkan kami, karena jika engkau tak menangkan kami, kami khawatir, Ya Allah, tak ada lagi yang menyembahmu", adalah redaksi yang berlebihan sehingga terlarang. Secara adat kebiasaan, tak ada hubungannya antara kepentingan politik satu pihak dengan keberadaan orang yang menyembah Allah, apalagi dalam konteks Indonesia yang notabene berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Merupakan hal yang mustahil apabila kepentingan politik suatu pihak tak dikabulkan Allah lantas tak ada yang menyembah Allah lagi. Tentu saja kecuali bila dianggap bahwa yang absah menyembah Allah hanya segelintir orang saja yang punya kepentingan politik tertentu sedangkan lainnya dianggap non-Muslim. Tapi tentu saja anggapan seperti ini adalah nalar yang dikembangkan para Khawarij di masa lalu. Selain itu redaksi seperti itu terkesan mengancam bahwa kalau tak dikabulkan, maka mereka akan berhenti menyembah Allah.

Dalam sejarah, redaksi yang mirip dengan ini sebenarnya pernah terucap dari lisan Rasulullah ketika hendak perang badar. Beliau berdoa:

اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ

"Ya Allah, jika pasukan Islam yang berjumlah sedikit ini musnah, niscaya tidak ada lagi orang yang akan menyembah-Mu di muka bumi ini." (HR. Muslim)

Namun konteksnya sangat berbeda dengan keadaan masa kini ketika umat Islam menjadi umat terbesar kedua di dunia. Saat perang Badar, jumlah kaum Muslimin sangat sedikit sedangkan kaum musyrikin yang ingin memusnahkan Islam dari muka bumi sangatlah banyak sehingga wajar Rasulullah berdoa semacam itu sebab memang itulah satu-satunya pasukan kaum Muslimin yang ada di seluruh dunia. Bila Allah berkehendak kaum muslimin kalah dalam perang Badar maka itu sama saja dengan berkehendak memusnahkan seluruh kekuatan Islam yang ada sehingga tak ada lagi yang menyembah Nya di muka bumi ini. Konteks semacam ini tentu tidak terjadi di masa sekarang Sehingga berdoa dengan redaksi "mengancam" seperti di atas tidaklah dibenarkan. Wallahu a'lam.


Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti di Aswaja NU Center Jatim 
sumber NU Online

Selasa, 19 September 2017

MAKNA DAN NAMA MUHARRAM


Sebelum Khalifah Umar Bin Khattab menentukan momentum hijrahnya Rasulullah saw. ke Madinah sebagai titik penentu perhitungan hijriyah, bulan Muharram disebut dengan bulan Shafar Awal, karena posisinya yang terletak sebelum bulan shafar.<>

Nama Muharram secara bahasa dapat diartikan sebagai bulan yang diharamkan. Yaitu bulan yang didalamnya orang-orang Arab diharamkan dilarang (diharamkan) melakukan peperangan. Begitulah kebiasaan mereka tempo dulu mengkhususkan bulan-bulan peperangan dan bulan-bulan gencatan senjata. Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir terdapat keterangan berikut,

Dinamakan bulan Muharram karena bulan tersebut memiliki banyak keutamaan dan kemuliaan, bahkan bulan ini memiliki keistimewaan serta kemuliaan yang sangat amat sekali dikarenakan orang arab tempo dulu menyebutnya sebagai bulan yang mulia (haram), tahun berikutnya menyebut bulan biasa (halal).

Orang arab jaman dulu meyakini bahwa bulan Muharram adalah bulan suci sehingga tidak layak menodai bulan tersebut dengan peperangan, sedangkan pada bulan lain misalnya shafar, diperbolehkan melakukan peperangan. Nama shafar sendiri memiliki arti sepi atau sunyi  dikarenakan tradisi orang arab yang pada keluar untuk berperang atau untuk bepergian pada bulan tersebut.

Dinamakan bulan shafar karena rumah-rumah mereka sepi, sedangkan para penghuninya keluar untuk berperang dan bepergian.

Maka, sesuai dengan penamaannya bulan Muharaam adalah bulan yang di muliakan dan bulan dimana di larang melakukan peperangan. Demikianlah Allah swt. telah menentukan empat bulan yang dimuliakan, tiga di antaranya berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram, sedangkan yang terakhir adalah Rajab terletak antara bulan Jumadal Ula dan Sya’ban.

(Pen. Fuad H./Red. Ulil H, NU Online)

PUASA SUNAH AKHIR TAHUN DAN AWAL TAHUN


Hari-hari ini adalah waktu yang tepat untuk ber-muhasabah, menghitung jumlah dosa yang telah dilakukan tahun lalu dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Sekaligus juga bersyukur kepada Allah swt yang masih memberikan umur panjang hingga detik ini. Jangan sampai amal ibadah kita besok lebih buruk dari hari ini dan hari kemaren.

Dalam rangka muhasabah dan bersyukur ini banyak orang yang mengungkapkannya dengan berbagai macam ibadah. Diantaranya adalah dengan berpuasa di hari akhir (penutup) tahun, dan di hari awal (pembuka) tahun. Oleh karena itulah ulama salaf di Jawa menamakan puasa dua hari ini dengan nama puasa tutup kendang.  

Memang, mengenai puasa dua hari ‘tutup kendang’ ini banyak sekali perdebatan entah karena dalil yang lemah maupun karena anggapan bid’ah. Akan tetapi selama puasa ini dilakukan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah swt dalam bermuhasabah, maka hal itu termasuk amal saleh. Bukankah lebih baik berpuasa dan ber-muhasabah dari pada membiarkan waktu berlalu tanpa makna? Apalagi jika puasa itu ternyata ada dalil hadits Rasulullah saw yang berbunyi:

من صام آخر يوم من ذي الحجة، وأول يوم من المحرم فقد ختم السنة الماضية بصوم، وافتتح السنة المستقبلة بصوم، جعل الله له كفارة خمسين سنة

Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir tahun dari bulan Dzulhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharram, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa, dan Allah Ta’ala menjadikan kaffarah/terlebur dosanya selama 50 tahun.

Demikianlah pahala yang dijanjikan oleh Allah swt kepada mereka yang berpuasa tutup kendang. 

(Ulil H, NUOnline)

12 AMALAN DALAM BULAN MUHARRAM


Keutamaan bulan Muharram tidaklah perlu disangsikan lagi. Namun keutamaan itu harus diisi dengan berbagai amalan-amalan yang berbobot, sehingga keutamaan itu benar-benar bernilai. Baik secara individual maupun sosial.<>

Para ulama sudah mengklasifikasikan jenis amalan yang hendaknya diperbanyak selama bulan Muharram yaitu; 
  1. Melakukan shalat,
  2. Berpuasa, 
  3. Menyambung silaturrahim, 
  4. Bershadaqah, 
  5. Mandi, 
  6. Memakai celak mata, 
  7. Berziarah kepada ulama (baik yang hidup maupun yang meninggal), 
  8. Menjenguk orang sakit, 
  9. Menambah nafkah keluarga, 
  10. Memotong kuku, 
  11. Mengusap kepala anak yatim, 
  12. Membaca surat al-Ikhlas sebanyak 1000 kali. 
Untuk mempermudah ingatan, sebagian ulama mengawetkannya dalam bentuk nadham yang dinukil As-Syaikh Abdul Hamid dalam kitabnya Kanzun Naja was Surur Fi Ad'iyyati Tasyrahus Shudur

فِى يوْمِ عَاشُوْرَاءَ عَشْرٌ تَتَّصِلْ * بِهَا اثْنَتَانِ وَلهَاَ فَضْلٌ نُقِلْ

صُمْ صَلِّ صَلْ زُرْ عَالمِاً عُدْ وَاكْتَحِلْ * رَأْسُ الْيَتِيْمِ امْسَحْ تَصَدَّقْ وَاغْتَسِلْ

وَسِّعْ عَلَى اْلعِيَالِ قَلِّمْ ظُفْرَا * وَسُوْرَةَ الْاِخْلاَصِ قُلْ اَلْفَ تَصِلْ


Ada sepuluh amalan di dalam bulan ‘asyura, yang ditambah lagi dua amalan lebih sempurna. Puasalah, shlatlah,s ambung silaturrahim, ziarah orang alim, menjengk orang sakit dan celak mata. Usaplah kepala anak yatim, bershadaqah dan mandi, menambah nafkah keluarga, memotong kuku, membaca surat al-Ikhlas 1000 kali.

Kedua amalan ini hendaknya diperbanyak selama bulan muharram, mengingat keutamaannya yang terdapat di dalamnya. (Ulil H, NUOnline)

Minggu, 25 Oktober 2015

DISUNAHKAN MENCARI BERKAH DOA ORANG YANG PULANG HAJI


Sudah menjadi tradisi bertamu ke rumah mereka yang baru pulang dari tanah suci untuk mohon didoakan dan juga meminta cinderamata yang dalam baha Blitar disebut ''Ziarah Haji''. Bahkan seringkali keluarga maupun tetangga mementingkan penyambutan dan berebut bersalaman lebih dahulu, dengan alasan tabarrukan do'a, setelah itu biasanya pihak tuan rumah memberi hidangan kepada para tamu.

Nah, apakah Ziarah Haji itu ada tuntunannya? karena dalam Ziarah Haji itu terdapat 2 unsur yaitu Meminta Do'a dan menghidangkan makanan bagi tuan rumah maka kita bahas satu persatu.

1. Meminta Do'a Kepada orang yang Baru Pulang Haji

Meminta do'a kepada yang baru pulang haji sudah tepat karena dianjurkan (disunnahkan) bagi orang yang haji untuk memohonkan ampun (do’a maghfiroh) kepada orang lain.

Mereka yang baru datang dari tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji bagaikan seorang bayi yang baru dilahirkan, masih suci dari dosa-dosa.

Oleh karena itu, do’a dan permohonannya memiliki nilai lebih. Karena kesuciannya itulah posisinya dianggap lebih dekat kepada Allah. Dan diharapkan do’a-do’anya akan terkabulkan.

Sebagain ulama berkata bahwa kondisi tersebut (kemakbulan do’a) dapat bertahan sebelum orang tersebut masuk ke dalam rumahnya. Namun ada yang mengatakan kondisi tersebut akan bertahan hingga empat puluh hari.

Hal ini diterangkan dalam Hasyiyatul Jamal:

 وفيه أيضا مانصه ويندب للحاج الدعاء لغيره بالمغفرة وان لم يسأله ولغيره سؤاله الدعاء بها وفى الحديث (اذا لقيت الحاج فسلم عليه وصافحه ومره أن يدعولك فانه مغفور له) قال العلامة المناوى ظاهره أن طلب الاستغفار منه مؤقت بما قبل الدخول فان دخل فات لكن ذكر بعضهم انه يمتد أربعين يوما من مقدمه وفى الإحياء عن عمر رضي الله عنه أن ذلك يمتد بقية الحجة والمحرم وعشرين يوما من ربيع الأول.

… dan dianjurkan (disunnahkan) bagi para haji untuk memohonkan ampun (do’a maghfiroh) kepada orang lain, walaupun mereka tidak memintanya. Demikian pula bagi mereka (yang tidak berangkat haji) agar meminta untuk dido’akan. Hal ini berdasar pada hadits Rasulullah saw “apabila kalian berjumpa dengan haji (orang yang pulang dari melaksanakan ibadah haji) maka salamilah dia dan jabatlah tangannya dan mintalah agar didoakan olehnya, karena doanya akan mengampunimu” Al-allamah al-Munawi berkata bahwa permitaan doa kepada haji ini sebaiknya dilakukan selama haji itu belum memasuki rumah.

Tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa permintaan do’a ini dapat dilakukan hingga 40 hari sepulangnya dari rumah. Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin diterangkan berdasakan cerita dari sahabat Umar ra. Keadaan ini dapat diberlangsungkan hingga akhir bulan Dzulhijjah, Muharram dan dua puluh hari Rabiul Awwal.

2. Menghidangkan Makanan kepada para tamu

Memberi hidangan kepada para tamu adalah shadaqah, selain itu seorang yang telah melaksanaknan haji disunnahkan mengadakan tasyakuran dengan menyembelih sapi atau unta.

Hal ini sebenarnaya bukanlah semata-mata tradisi belaka tetapi juga mengandung unsur ibadah yang jelas ada rujukan dalilnya sebagaimana ditrangkan dalam al-fiqh al-wadhih min al-kitab wa al-sunnah 

يستحب للحاج بعد رجوعه الى بلده ان ينحر جملا او بقرة او يذبح شاة للفقراء والمساكين والجيران والاخوان تقربا الى الله عز وجل كما فعل النبي صلى الله عليه وسلم 

Disunnahkan bagi orang yang baru pulang dari haji untuk menyembelih seekor onta, sapi atau kambing (untuk diberikan) kepada fakir, miskin, tetangga, saudara. (hal ini dilakukan) sebagai bentuk pedekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla, sebagaimana yang telah diamalkan oleh Nabi saw. 
Dalil ini berdasar pada hadits Rasulullah saw:

عن جابر بن عبد الله رضى الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم  لما قدم المدينة نحر جزورا اوبقرة

Dari Jabir bin Abdullah ra. bahwa ketika Rasulullah saw datang ke Madinah (usai melaksanakan ibadah haji), beliau menyembelih kambing atau sapi. 


Dari beberapa keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ziarah Haji atau berburu doa kepada orang yang baru pulang haji dan menghidangkan makanan bagi tuan rumah merupakan suatu ibadah sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Wallahu a'lam.

Jama'aha: Hamim Mustofa Nerashuke
Blitar, 24 Oktober 2015 

diteruskan dari : http://www.ngaji.web.id

Rabu, 14 Oktober 2015

INILAH LAFAL DOA AWAL TAHUN


Mengawali tahun baru dengan doa, tidak ada buruknya. Bahkan dianjurkan betul. Apalagi kalau memang ada doa khusus awal tahun. Pasalnya banyak harapan yang akan kita ajukan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Permohonan rahmat, lindungan, keselamatan, kelapangan rezeki, jodoh, karir, wafat husnul khatimah, dan seterusnya.
<>
Mufti Jakarta abad 19-20 Habib Utsman bin Yahya dalam kitab Maslakul Akhyar menyebutkan doa awal bulan Muharram. “Yakni, doa masuknya tahun baru, dibaca tiga kali,” kata Habib Utsman. Berikut ini lafal doanya.

اَللَّهُمَّ أَنْتَ الأَبَدِيُّ القَدِيمُ الأَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ العَظِيْمِ وَكَرِيْمِ جُوْدِكَ المُعَوَّلُ، وَهَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ، أَسْأَلُكَ العِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَائِه، وَالعَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ الأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ، وَالاِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ

Tuhanku, Kau yang Abadi, Qadim, dan Awal. Dan atas karunia-Mu yang besar dan mulia kemurahan-Mu, Kau menjadi pintu harapan. Tahun baru ini sudah tiba. Aku berlindung kepada-Mu dari bujukan Iblis dan para walinya di tahun ini.

Aku pun meminta tolong-Mu dalam mengatasi nafsu yang kerap mendorongku berlaku jahat. Kepada-Mu, aku meminta aktivitas keseharian yang mendekatkanku pada rahmat-Mu. Wahai Tuhan Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan.

Memang tidak ada ketentuan kapan doa ini harus dibaca. Memang baiknya doa ini dibaca seusai melaksanakan sembahyang Maghrib pada malam pertama bulan Muharram. Semoga doa ini meringankan langkah kita menuju kebaikan dunia dan akhirat, sekurangnya setahun ke depan.

Alangkah baiknya kalau doa ini diiringi dengan amalan lainnya seperti puasa, khataman, sema’an Al-Quran, sedekah, atau aksi positif lainnya. Wallahu a’lam. (Alhafiz K, NU Online)

Ad Placement